Siswa SD yang Aktif |
Pendidikan
di indonesia sejatinya bertujuan untuk mencerdaskan dan menjadikan anak bangsa
berakhlak mulia. Hal isi sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD
1945 (versi amandemen) pasal 31 ayat 3 dan 5. Pada pasal 31 ayat 3 menyebutkan
bahwa tujuan pendidikan nasional menyebutkan “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang”.
Jelas bahwa tujuan pendidikan nasional tidak lain adalah untuk mencerdaskan
anak bangsa indonesia dengan menjadikan peserta didik memiliki prilaku atau
akhlak yang mulia. Kemudian, dalam pasal 31 ayat 5 menyebutkan “Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia”. Telah jelas kita ketahui dalam pasal 31 ayat 5 disebutkan bahwa
pemerintah berperan aktif dalam memajukan IPTEK dengan menjunjung tinggi nilai
agama untuk persatuan bangsa menuju beradaban manusia yang beradab dan
sejahtera.
Namun,
pada kenyataanya dapat kita ketahui bersama di lapangan. Kasus “bullying”
kekerasan disekolah, tawuran pelajar/mahasiswa, pergaulan bebas dan peredaran
Narkotika semakin hari justru semakin bertambah. Sungguh keadaan yang ironis
ditengah-tengah kemajuan IPTEK justru memberikan dampak yang belum baik untuk
pendidikan bangsa ini. Untuk menjadikan bangsa ini cerdas dan berakhlak mulia, UNESCO (United
Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) salah satu
organisasi dunia yang ikut adil dalam menyukseskan tujuan pendidikan disetiap
negara dunia mencanangkan empat (4) pilar pendidikan baik untuk masa sekarang
maupun masa depan, yakni learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan
tersebut menggabungkan tujuang IQ, EQ dan SQ. Pertanyaannya, “apakah empat
pilar tersebut sudah diterapkan dalam
sistem pendidikan di Indonesia secara baik dan benar?”
Tawuran Pelajar Hal yang Tak PANTAS di TIRU |
Menurut
pakar Pendidikan Islam Dr. Adian Husaini
dari Universitas Ibnu Kaldun Bogor, pendidikan islam sejatinya dapat membentuk
manusia yang berkarakter dan beradab. Jelas, bahwa pendidikan di Indonesia
haruslah dapat menghasilkan putra dan putri bangsa yang tidak hanya cerdas dari
segi keintelektualannya namun menjadikan insan
kamil (manusia utuh) yang berkarakter dan beradab. Namun pada kenyataan,
masih dapat kita temukan sistem pendidikan baik di sekolah maupun di perguruan
tinggi yang hanya menekankan sebatas hafalan dan pemahaman saja tanpa diimbangi
dengan bagaimana menggunakan ilmu tersebut dalam meniti karir dan berkarya.
Bahkan yang lebih ironis yakni ilmu musiman, hanya ingat ketika semester itu
kemudian lupa disemester berikutnya. Proses pembelajaran yang hanya menekankan
serta berfokus pada hasil akhir tanpa ada penilaian yang baku dari proses
bagaimana ia menghayati dan memahami ilmu itu sendiri menghasilkan siswa yang
cerdas menghafal bukan memahami secara utuh. Akhirnya banyak mahasiswa dipresi
karena dapat “E” atau “K” padahal kuliah dan tugas mereka
kerjakan dengan baik. Ujian hanya bertujuan untuk mengukur kecerdasan peserta
didik sesaat bukan untuk masa depan. Buktinya, berbagai macam cara mereka
berjuang untuk mendapatkan standar nilai yang telah ditetapkan dengan cara yang
jelas melanggar kode etik akademik dan norma agama. Ujian memang memberikan
penilaian sejauh mana para peserta didik dapat memahami ilmu yang telah
disampaikan, namun justru kita jarang mengevaluasi proses transfer ilmu dari guru/dosen ke peserta didik, padahal ini lebih
penting. Akhirnya trik “aljimatul minal sukses*” menjadi
salah satu metode yang laris dikalangan pelajar dan mahasiswa. (*dimasa SMA (jahiliyah) saya pernah
melakukannya, kini alhamdulillah sadar)
Berkaca
dari Finlandia, berdasarkan hasil survei
internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Coorporation and Development (OECD)
negara Finlandia menduduki peringkat No 1 terbaik mutu pendidikan di dunia.
Patas saja karena di Finlandia untuk menjadi seorang guru memang harus memiliki
kualitas dan kemampuan akademik yang baik di tambah adanya pelatihan
peningkatan guru kompeten. Guru sangat disegani dan dihormat disana, “bagaimana
dengan Indonesia?”. Benar, kualitas guru
sangat mempengaruhi kualitas murid dan lulusan. Di Finlandia tidak ada
sistem ujian. Justru mereka beranggapan bahwa ujian itulah yang menghancurkan
tujuan belajar siswa. Murid bebas memilih mata pelajaran yang disenangi, konon
kabarnya mereka tak memiliki seragam sekolah. Semua murid disana gembira dan
asyik belajar serta mengekspresikan diri (bebas berkreatifitas), menyalurkan hobi serta
membuat karya sendiri tanpa ada ancaman dari guru maupun sekolah. Sungguh
menyenangkan.
Untuk
mencapai serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UUD
1945 pasal 31 ayat 3 dan 5 tentu harus ada kerjasama yang baik dari seluruh
unsur elemen masyarakat (cendikia,ulama,orang tua) dan jajaran pemerintahan di
Indonesia. Ada yang dapat kita lakukan bersama. Pertama, sebagai seorang
pelajar atau mahasiswa sudah selayaknya kita menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan kode etik akademik dalam melaksanakan proses belajar dan menuntut
ilmu. Etika dan prilaku inilah yang akan menjadikan kita berkarakter dan
beradab sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang mulia yakni
mencerdaskan dan menyatukan bangsa demi mewujudkan peradaban untuk
kesejahteraan umat manusia.
Kedua,
sebagai seorang guru/dosen sudah selayaknya kita senantiasa belajar dari alam
(lapangan) dimana proses dan metode belajar akan senantiasa berubah seiring
perkembangan IPTEK dan globalisasi. Menurut Rektor Universitas Paramadina Anies
Baswedan, guru merupakan tombak
pendidikan. Jadi, guru adalah investasi bangsa. Sebagai seorang pengajar
sudah selayaknya kita mendukung dan memberikan peluang emas bagi peserta didik
untuk berkreatifitas, menyalurkan bakat/talenta dalam mewujudkan cita-cita dan
karya tertentu selama masih dalam jalur yang benar. Guru juga berperan mendidik,
tak cukup hanya mengajar. Sungguh mulia jasa seorang guru, pahala mengalir di dunia
dan akherat selama niatnya masih baik dan benar.
Ketiga, ikut
adil dalam mencerdaskan anak bangsa melalui karya yang mulia seperti “Indonesia
mengajar” oleh Anies Baswedan, “sekolah juara” oleh Rumah Zakat Indonesia,
“Dirgantara Indonesia” oleh BJ Habibie, “Ahli kedokteran” oleh Ibn Sina,
“Tafsir Al Azhar” oleh Buya Hamka dan masih banyak karya lain yang
menginspirasi kita untuk berbakti bagi negeri. Kita berharap bersama Indonesia
masih bisa bangkit dan maju. Kuncinya adalah meluruskan kembali niat untuk
menuntut ilmu (bukan hanya untuk
mendapatkan harta semata), menjunjung tinggi nilai agama dan membagikan
ilmu (hobi berbagi ilmu) kepada
siapapun agar lebih bermanfaat. Tapi tak cukup sampai disini, “Ayo
siapa yang mau action?”.
Ayo gapai mimpi dan cita-cita kita |
Karya : Purbo Jadmiko
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !